Monday, November 17, 2014
yang (ter)tinggal
dalam diam2
aku mengarang puisi.
sekadar puisi banal.
berkali2 aku mencari
kata pembuka
dan berkali2 juga
angin rakus membawanya
pergi. ungkapan demi ungkapan
ranap bersama rangkap2
di atas pasir
yang melekat pada kaki.
sampah2 dan daun kering
tertawa mengejek.
dan tibalah
hujan dan panah petir
menggegar. aku melihat
beranda tempat kami pernah membunuh sepi
atau mungkin lebih kerap
menjadi ruang aku membenahi mimpi.
pada lantai - ketika ia aku sental - titik2
kumuh membekas jauh
ke dalam. padanya aku melihat
ingkar dan degilku.
tiba2 awan bergulat
di tengah laman. mimpi kami retak
di tengah rumah
dan sepi pun
menjadi abadi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment